Nasgor Bumen di Pejompongan ini cukup tenar sejak lama, mungkin awalnya karena sentimentil kedaerahan yang menjadi alasan berkunjung sebagian orang. Tetapi bagi saya yang bukan asal daerah sana, kunjungan bisa terjadi karena melihat banyaknya pengunjung yang menikmati santapan disana.
Yang jelas sensasi masakan yang dimasak dengan arang kayu memang berbeda, jadi menurut hemat saya ini yang menjadi penyebab banyaknya pengunjung setia kemari. Apalagi kalau dirunut waktu awal mereka berjualan belum terlalu banyak yang memasak dengan arang kayu seperti disini.
Jelas memang nasi dan mie yang digoreng dengan api arang hasilnya berbeda, demikian juga dengan mie kua yang dimasak demikian. Nah umumnya penjual kan membuat brand Jogja, namun disini berani membuat niche dengan brand Bumen.
Tahu ponk alias tahu pong juga menjadi kudapan penting saat bersantap disini, bahkan kadang bisa dipesan lebih banyak dari makanan utama. Memang sensasi menyantap tahu panas yang mengalami ektrusi penuh itu sangat berbeda, apalagi dipadu dengan cabe rawit dan ditambahkan sedikit sensasi rasa kecap.
Padahal kalau diingat-ingat, mungkin tahu pong ini berawal dari suksesnya Sate Jono menyediakan tahu pong sebagai menu alternatif di kedainya. Nah warung Bumen ini berada persis di depan Sate Jono, hanya selisih satu taman kecil saja.
Saya masih penasaran dengan kedai Bumen Jaya yang berada diseberang Nasgor Bumen ini, karena mereka punya menu lengkap dan nama serupa, namun demikian sepertinya lebih ramai pengunjung Nasgor Bumen yang di tenda. Ada yang tahu?
Di sekitar Nasgor Bumen ini masih ada beberapa warung yang cukup ramai juga, namun demikian belum pernah saya coba. Mungkin suatu saat kalau ada yang menemani bisa dicoba, supaya perut tidak terlalu penuh mencoba aneka masakan yang ada.
Selamat mencoba dan menikmati …..